Terlalu Miskin, 9 Anak Bandarlampung Hanya Bergulai Garam

BANDARLAMPUNG (2/11/2022) -  Anak-anak itu sedang main hompimpa di dalam rumah kontrakan petaknya berukuran 3 kali 5 meter di RT 5, Lingkungan 3,  Gang Melati, Segala Mider, Jalan Panglima Polim, Tanjungkarang Barat, Bandarlampung.

Mereka sembilan kakak beradik. Yang tampak siang itu tujuh anak, masing-masing berusia 13, 11, 9, 7, 5, 3, 2 tahun,   karena dua lainnya baru lahir dan masih dalam perawatan di rumah sakit.

Seharusnya, anak tertua, berusia 13 tahun dan kini duduk di kelas 1 SMP, juga sedang bersekolah. Tapi ia libur karena membantu ibunya yang baru melahirkan kembaran seorang anak lelaki dan perempuan. Lagi pula ia belum membayar uang pakaian. Ia sering malu ditanya guru karena ayahnya belum punya uang.

Sembilan anak di sebuah kontrakan rumah petak berukuran 3 kali 5? Begitulah rezeki Firdaus, seorang pemasang batu nisan. Isterinya Badriah, bahkan tidak tahu hendak melahirkan pada akhir Oktober lalu.

Wanita itu mengira hendak buang air besar, tahu- tahu melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia melahirkan sendiri di kamar mereka ditemani seorang anaknya yang masih kecil. Saat suaminya memanggil seorang bidan, mereka disarankan ke rumah sakit. Kembarannya lahir dengan jenis kelamin wanita.

Hanya sehari di rumah sakit, Badriah pulang ke rumah, meski dua bayinya masih dirawat, ia memikirkan tujuh anaknya yang lain, yang belum makan. 

Saat pulang, ia pun membeli beras sekilo, memasaknya, memberi  makan anak-anaknya. Hanya nasi putih, tidak ada lauk. Badriah hanya menaburinya dengan garam, karena mereka tidak mampu membelinya.

Agar tetap bisa hidup,  wanita berusia 38 tahun itu mengatakan mereka hanya menjatah beras 1 kilogram untuk mereka bersembilan. Karena tidak mampu membeli lauk, kadang-kadang ia membeli Royco agar anak-anaknya mencium dan merasakan sesuatu yang berbeda saat makan.

Sebelas orang dalam satu kontrakan petakan? Firdaus, sang suami, mengatakan begitulah realita hidup yang sedang ia hadapi. Ia mengaku hanya pekerja serabutan, yang kini diminta menjadi tukang pasang nisan, dengan upah 75 ribu sekali pasang.

Dalam setahun terakhir, pria berusia 40 tahun tersebut memperoleh pekerjaan memasang nisan maksimal 3 kali sepekan atau 12 kali sebulan, meski lebih sering di bawah 10 atau dengan pendapatan di bawah 1 juta sebulan.

Dari sanalah Firdaus hidup dengan sembilan anaknya, termasuk untuk bayar kontrakan 300 ribu sebulan, karena ia tidak memiliki lahan atau rumah sendiri di Segala Mider, Tanjungkarang Barat, Bandarlampung.

Firdaus berharap menemukan jalan keluar dalam hidupnya agar sembilan anaknya tetap sehat, bisa bersekolah kelak, untuk menentukan kehidupan mereka seterusnya.

ARI IRAWAN

0 comments:

Posting Komentar