Menunggu Pondok Makam Islam Kuno Roboh di Tanggamus

WONOSOBO (29/2/2022) - Selintas, papan penunjuk komplek makam islam kuno di Pekon Tanjungkurung, Wonosobo, Tanggamus, masih gagah berdiri. Apalagi di sana termaktub nama Pangeran Jiwa Kesuma, penyebar agama Islam di Lampung.

Nama Pangeran Jiwa Kesuma juga tidak bisa dilepaskan dari Maulana Hasanuddin, pendiri Kesultanan Banten yang berkuasa pada Tahun 1552 hingga 1570 Masehi. Beliau juga putera Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati, yang hidup pada Tahun 1479 hingga 1568 Masehi.

Namun begitu masuk ke pintu makam, melewati samping sebuah rumah, pintu masuk makam Islam Kuno seperti menunggu rubuh. Betonnya sudah dililit benalu, yang siap menjadikannya runtuh. Tanaman liar tumbuh subur di bagian atasnya.

Secara umum, makam-makam di komplek tersebut masih tampak jelas, terutama perbedaan nisannya, yang mempertahankan tradisi keraton. 

Namun, untuk makam-makam tertentu, seperti Pangeran Jiwa Kesuma, yang ditutupi dengan pondok, sudah berganti tiang dengan stanless karena nyaris roboh setahun lalu. Kayu yang lapuk tetap dibiarkan agar tidak menghilangkan karakter sebagai cagar budaya.

Lebih menyedihkan pendopo untuk makam “bujang gadis” yang tinggal menunggu rubuh. Kayu-kayunya siap menimpa para peziarah atau rombongan wisata religi.

Misyati, isteri almarhum juru kunci makam, Senin 28 Maret 2022, mengatakan komplek tersebut masih tercatat sebagai cagar budaya dan pernah dipugar oleh Kementerian Kebudayaan pada Tahun 1984.

Seingat Misyati, ketika komplek makam masih di bawah Pemerintah Provinsi Banten, perawatannya masih terjamin. Perhatian terhadap cagar budaya tersebut berubah sejak dialihkan ke Pemkab Tanggamus pada Tahun 2012.

Sejak ditinggal suaminya, wanita berusia 67 tahun itu menyebut, meski tanpa honor, ia masih berusaha membersihkan komplek makam islam kuno tersebut, termasuk mencatat wisatawan religi yang datang.

Ia sangat berterimakasih kepada  kepada Raden Paksi dari Padangratu membangun pondok  makam Pangeran Jiwa pada tahun lalu.

Miswati mengatakan, meski dalam keadaan memprihatinkan, masih banyak peziarah dari Jawa, Palembang, dan Malaysia. Mereka umumnya datang menjelang Ramadhan, Idul Fitri, dan bulan Maulid.

Selain Misyati, Supendi, Kepala Pekon Tanjung Kurung, juga menyatakan prihatin dengan kondisi cagar budaya tersebut. Namun pihaknya tidak bisa memakai Dana Desa karena dilarang instansi terkait atas nama Undang-Undang Cagar Budaya, terutama dalam perubahan keaslian situs.

HARDI SUPRAPTO

0 comments:

Posting Komentar