Jual Kerupuk hingga Usia Renta di Jalanan Pringsewu

PRINGSEWU (25/9/2022) -  Bagi sejumlah warga Pringsewu, wajah kakek dan nenek berusia 70 dan 65 tahun ini sudah tidak asing lagi. Hampir setiap hari mereka melihat keduanya menjual klanting dan kerupuk, yang juga menjadi oleh-oleh khas dari Ibukota kabupaten tersebut.

Puluhan tahun sudah Mbak Puryono dan Mbah Tumirah menjajakan klanting dan kerupuknya di jalanan Pringsewu. Mereka berangkat dan pulang dengan berjalan kaki. Keduanya tinggal di Dusun Umbulan 5 Pringombo, yang berjarak tiga kilometer dari Ibukota Kabupaten Pringsewu.

Berangkat rata-rata pukul 07.00 pagi, lokasi penjualan utama mereka depan Kantor Bank Eka. Setelah mentari meninggi, keduanya pindah ke sekitar Hotel Srikandi. Jika juga tidak laku, Mbah Tumirah meneriakkan klanting sepanjang gang di sekitar sana.

Jam pulang tergantung habisnya dagangan. Sesekali, sore sudah laku semua, tetapi lebih sering sampai malam, bahkan hingga pukul 21.00, meski mereka umumnya hanya membawa 40 bungkus sehari.

Selalu berpasangan setiap hari, Mbah Tumirah menyebut cintanya sudah terpaut lama kepada Mbah Puryono. Dulu, sang suami pekerja tani dan serabutan, karena tenaga sudah tidak kuat lagi, mereka sepakat sama-sama berjuang mencari sesuap nasi.

Mbah Tumirah mengaku bahagia meski menghabiskan masa tua di jalanan dengan Mbah Puryono. Mereka tidak perlu menganggu anak-anak yang sudah masing-masing mandiri. Bila perlu, mereka yang memberi uang jajan cucu jika bertemu.

Dengan harga 5 ribu per bungkus, mereka membawa pulang 200 ribu sehari. Rata-rata habis di jalanan dan sering tidak mengembalikan biaya produksi. 

Namun,  seperti kata Mbah Tumirah, yang penting mereka tidak meminta ke anak-anak, tidak juga ke Pemerintah. Keduanya tergolong warga yang tidak memperoleh PKH Lansia dan tidak lagi memperoleh bansos lain, yang kini beragam nama, sesuai kepentingan penguasa.

PIYAN AGUNG

0 comments:

Posting Komentar