Tegineneng, Pesawaran: Sudah Miskin Rawat Anak Stress

TEGINENENG (15/12/2021) -  Satu lagi kabar kemiskinan dari Pesawaran. Sudah berumah geribik, kadang makan kadang tidak, salah seorang dari anak di rumah ini menyandang keterbelakangan mental dan fisik sejak kecil hingga saat ini berusia 22 tahun.

Rumah geribik ini terletak di Dusun Talangrejo Talangrebo, Desa Trimulyo, Tegineneng, Pesawaran. Di sinilah Sulam dan isterinya Warsini bertahan hidup dengan buruh tani untuk menghidupi tiga orang anaknya.

Karena terlalu miskin, rumah geribik mereka pun mulai doyong, masih berlantaikan tanah. Seluruh anak-anak menjadi petani karena tidak bersekolah lagi akibat Bantuan Pendidikan disetop oleh Lembaga terkait.

Yang membuat pasangan Sulam dan Warsini sedih, kemiskinan mereka ditambah dengan cobaan memiliki seorang anak yang memiliki keterbelakangan mental dan fisik.  Remaja itu bernama Bambang. Usianya kini 22 tahun, tetapi kelakuannya masih seperti anak kecil. 

Bambang pernah menderita step saat berusia 17 bulan. Karena suhu panas badannya tak kunjung berubah, mereka membawanya ke rumah sakit. Pulang dari sana, bukan kesembuhan yang mereka dapati, tetapi sang anak, seperti menjadi stress.

Di siang hari perilaku remaja itu biasa-biasa saja. Namun pada malam hari sering stress, teriak-teriak, dan baru redam setelah lelah dan tertidur.

Hingga usia 10 tahun, pasangan Sulam dan Warsini masih berusaha mengobati anak mereka ke rumah sakit. Tetapi kini mereka membiarkannya saja karena untuk hidup sehari-hari saja susah. Warga sekitar pun sudah paham kalau anak mereka terdengar teriak di malam hari.

Meski sakit puluhan tahun, belum ada perhatian dari puskesmas sekitar atau Pemkab Pesawaran. Keluarga ini juga tidak tergolong penerima PKH dan bantuan sosial lain.

Sudirsan, Kepala Dusun Talangrejo, Trimulyo, Tegineneng, Pesawaran, mengatakan keluarga itu tidak memperoleh bantuan karena salah seorang anaknya pernah mendapat bantuan pendidikan dan itu pun hanya dua tahun.

Kesedihan keluarga itu bertambah sejak Senin, 13 Desember lalu, karena petugas PLN mencopot meteran rumah mereka dengan alasan menunggak dua bulan, dengan tagihan Rp113 ribu atau Rp150 ribu berikut denda.

Keluarga miskin ini pun kembali ke zaman dulu. Menanak nasi dengan kayu. Rumah hanya diterangi lampu sentir.

Yang membuat Sulam dan Marsini runsing, sejak meteran PLN dibawa petugas, stress anak mereka makin menjadi-jadi. Ia terus mengamuk pada malam hari karena rumah mereka gelap.

MUSPIYAN AGUNG 

0 comments:

Posting Komentar