Pengrajin Pringsewu: Dapat 300 Ribu Sebulan Sudah Bagus

PRINGSEWU (25/6/2022) -  Usaha mereka tidak terlalu menonjol di jalan raya. Mereka umumnya bekerja sambil  menjaga warung atau di beranda rumah, menunggu anak pulang sekolah atau suami bekerja serabutan di sekitar Pringsewu.

Namun, mereka sudah puluhan tahun menjadi pengrajin bambu. Pengumpul dari berbagai daerah sudah mengenal hasil kerajinan kaum ibu di sana, mulai dari tampah, besek, kukusan, tumbu, dan sapu.

Bermukim di Pekon Tulung Agung, Gadingrejo, Pringsewu, para pengrajin bambu bertahan karena tidak memiliki profesi lain. Ladang pertanian untuk digarap tidak punya, pekerjaan lain susah. Mereka pun bertahan dari masa ke masa, hingga tak terasa sudah menggelutinya puluhan atau belasan tahun. 

Triwati, salah seorang warga Pekon Tulung Agung, mengatakan ia bertahan menjadi pengrajin karena zaman dulu bisa menambal penghasilan suami. Kini, untuk membeli material pun mereka harus mengutang.

Zaman keemasan menjadi pengrajin rupanya tak kembali lagi. Omzet penjualan terus menurun dalam lima tahun terakhir, terutama setelah pandemi covid-19. Dapat penghasilan 300 ribu dalam sebulan sudah luar biasa.

Sepinya pasaran kerajinan bambu juga dirasakan Solihin, seorang pengepul. Dengan modal dan marketing apa adanya, mereka mengandalkan pengumpul lama, yang permintaannya juga merosot dari waktu ke waktu.

Triwati dan Solihin sudah lama mengharapkan bantuan Pemerintah yang sering mendengungkan kesuksesan UMKM dan bantuan modal untuk pengrajin. Namun, mereka bingung untuk menemui siapa.

Deni Febrian, seorang aparatur Pekon Tulungagung, membenarkan nasib pengrajin di daerahnya semakin memprihatinkan, atau bahkan kini sudah mengarah gulung tikar.

Ia masih yakin daerah Tulungagung sebagai penghasil kerajinan bambu terjaga jika Pemerintah membantu permodalan dan pemasaran. 

DAVID SEGARA

0 comments:

Posting Komentar